Hakikat Ibadah Dengan Syukur Nikmat

Quran Explorer - [Sura : 31, Verse : 20 - 20]

Pengertian dan Hakikat Nikmat
Kata nikmat berasal dari bahasa Arab ni'mat, yang berarti segala sesuatu yang mendatangkan kesenangan, kegunaan dan kebaikan bagi manusia, baik yang bersifat material maupun yang immaterial. Demikian disebutkan oleh ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat fi Gharib al-Quran. Sementara itu, Louis Ma'luf dalam al-Munjid fi al-Luqghah menyebutkan, bahwa pengertian nikmat itu adalah sesuatu anugerah (Tuhan) yang diberikan kepada seseorang, baik berupa rizki atau lainnya, yang menimbulkan kegembiraan dan kesenangan baginya,
atau sesuatu keadaan yang dapat memberikan kebahagiaan bagi seseorang.
Bertitik tolak dari pengertian itu, maka semua yang ada di dunia ini, yang berupa bumi dan langit dengan isinya, pada hakikatnya adalah merupakan nikmat dari Allah s.w.t yang diciptakan untuk kepentingan manusia dan sangat serasi bagi kehidupannya, sebab semua mempunyai kegunaan dan dapat mendatangkan kebaikan baginya, secara langsung maupun tidak langsung.

Nikmat-nikmat yang dianugerahkan oleh Allah itu teramat banyak ragam, jenis dan jumlahnya, sehingga al-Quran menegaskan bahwa manusia tidak akan pernah sanggup untuk menghitung atau mengkalkulasi nikmat-nikmatNya. Firman Allah s.w.t.

Quran Explorer - [Sura : 14, Verse : 34 - 34]

Tujuan Pemberian Nikmat

Tujuan utama pemberian nikmat kepada manusia, adalah untuk menjadi ujian atau cobaan, apakah mereka sanggup mensyukuri nikmat itu ataukah justru mengkufurinya. Bila manusia mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepadanya, maka manfaat dari kesyukurannya itu akan kembali kepada dirinya, dan rezeki dari Allah akan bertambah bahkan dilipat-gandakan. Sebaliknya, bila manusia mengkufuri nikmat-nikmatNya, maka kekufurannya itu tidak akan mempengaruhi kekuasaan Allah sebagai penguasa mutlak dan pemilik sebenarnya dari alam semesta ini. Dari sekian banyak nikmat yang Allah anugerahkan kepada manusia, ada tiga nikmat inti dan penting pada diri manusia yang seringkali tidak disyukuri dan disalahfungsikan kegunaannya. Nikmat-nikmat itu ialah pendengaran (al-sam'u), penglihatan (al-basharu) dan hati/akal fikiran (al-fuadu).

Ketiga nikmat tersebut seringkali tidak difungsikan semestinya oleh manusia, atau digunakan pada hal-hal yang bertentangan dengan tujuan dan kehendak pemberi nikmat itu sendiri, yakni Allah s.w.t. Padahal tiga nikmat inti itu merupakan piranti utama dalam memanifestasikan dan mengemban tugas pokok manusia sebagai khalifah di atas bumi ini. Oleh karenanya, penyelewengan manusia terhadap ketiga nikmat inti itu, dapat mendatangkan malapetaka dan akibat-akibat besar pada manusia dan kemanusiaan.
Hakikat Mensyukuri Nikmat
SYEIKH Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Quran al-Karim, memformulasikan pengertian dan hakekat syukur dengan ungkapan :
اِسْتِعْمَالُ الْمَوَاهِبِ وَالنِّعَمِ فِيْمَا وُهِبَتْ لِاَ جْلِهِ
Menggunakan nikmat anugerah pemberian sesuai dengan tujuan atau kehendak si pemberi nikmat itu.
Dengan kata lain, syukur nikmat itu merupakan perwujudan rasa terimakasih atas suatu nikmat dalam bentuk kegembiraan hati, pujian dengan lidah dan tindakan dengan amalan anggota badan dalam wujud penggunaan nikmat itu pada fungsinya dan sesuai dengan kehendak dan keridaan pemberi nikmat (Allah). Seseorang yang dianugerahi nikmat kekuasaan, kedudukan tinggi atau jabatan empuk, bila semua nikmat itu ia pergunakan untuk mengeksploitasi dan menindas orang lemah, melakukan kecurangan, penipuan ataupun penyelewengan dari tugas yang dipercayakan kepadanya, maka perbuatannya itu tidak mencerminkan sikap syukur nikmat tetapi sebaliknya, ia mengkufuri nikmat.


Kecendrungan manusia untuk mengkufuri nikmat Allah, secara khusus digambarkan lewat perumpamaan yang sangat menarik. Digambarkan antara lain, bahwa ketika manusia sedang berlayar di tengah laut, lalu datang amukan badai, mereka segera menadahkan tangannya berdo'a kepada Allah : "Ya Allah, jika Engkau menyelamatkan kami dari amukan badai ini, pasti kami akan menjadi orang yang bersyukur". Namun begitu Allah selamatkan mereka, dan badai pun telah reda, mereka segera melupakan janjinya, mereka kembali kufur nikmat dan berbuat zalim serta melakukan kerusakan di muka bumi.

Ibadah Sebagai Ungkapan Syukur 

Melakukan ibadah atau pengabdian kepada-Nya, baik ibadah yang formal ataupun ibadah dalam arti luas, sebenarnya merupakan perwujudan rasa syukur atau terima kasih kepada Allah atas nikmat-nikmat yang tak terhingga banyaknya itu. Dengan demikian, tujuan penciptaan manusia untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah dalam pengertiannya yang luas, adalah seiring dan sejalan dengan perintah dan kewajiban bersyukur kepada-Nya.

Sehubungan dengan hal itu, maka kewajiban-kewajiban agama yang dilaksanakan dengan dasar syukur nikmat, akan lebih berkualitas dan lebih bermakna, dibandingkan jika kewajiban-kewajiban itu dilakukan hanya demi memenuhi perintah Allah semata. Dengan titik tolak syukur, kewajiban-kewajiban itu akan dilakukan dengan penuh keikhlasan, sebagai upaya optimal dari seorang hamba untuk membalas kebaikan-kebaikan Allah kendatipun upaya itu sendiri mungkin tidak akan pernah memadai.    


No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan cerdas dan bijak, lebih baik diam daripada anda komentar yang tidak bermutu