Nikah Via Internet

Quran Explorer - [Sura : 17, Verse : 32 - 32]

Anda tahu bahwa ada sepasang anak manusia melakukan nikah melalui internet secara Islam. Maksudnya, nikah berlangsung melalui telpon dan mempelai laki-lakinya tidak hadir secara fisik dalam majelis itu. Tetapi sang pengantin laki-laki muncul gambarnya di layar televisi posisinya ada di California AS. Nikah ini berlangsung khidmat dan disaksikan oleh calon mempelai wanita beserta para saksi dari dua belah pihak dan seorang petugas pencatat nikah (P2N) dan petugas Telkom yang mengerti tentang teknologi internet yang berada di bandung.




Masing-masing mempelai sebelumnya hanya berkenalan melalui chatting di internet dan bertukar foto. Kabarnya hingga berlangsungnya akad nikah calon pria dan wanita tidak saling bertemu kecuali melalui hubungan telpon sambungan internasional saja. Mereka baru bisa bertemu setelah akad nikah dikarenakan mempelai prianya sedang sibuk menyelesaikan program doktornya di Universitas California AS. Sedangkan mempelai wanitanya masih menyelesaikan studi di Malaysia. Mereka berkenalan melalui internet antara Malaysia dan California.

Yang membesarkan hati mereka adalah masing-masing saksi dua pihak orangtua mereka bertemu muka dan duduk dalam sebuah majelis akad nikah itu. Ijab kabul terjadi melalui sistem teknologi yang disebut sebagai net meeting atau video conference. Usai ijab kabul mempelai menyampaikan pesannya kepada suaminya isinya antara lain : "Kapan kembali ke Bandung untuk menengok kami." Begitu juga pesan-pesan dari orangtuanya kepada mempelai pria, agar segera kembali ke Tanah Air setelah studinya selesai. 

Proses akad nikah ini berlangsung normal, sesuai dengan akidah atau menurut aturan Islam. Yaitu ada calon dan para mempelai sudah mengenalnya. Kemudian ada saksi, ada wali yang akan menikahkan mereka. Syarat lain yaitu ada mas kawin yang diberikan calon mempelai pria melalui walinya berupa 10 gram mas dan seperangkat alat-alat sholat. Yang penting ada ijab kabul yang jelas disuarakan dan mimik mukanya tergambar oleh calon mempelai pria melalui video dan telpon internasional. 

Tidak Lazim


Pernikahan dengan menggunakan teknologi satelit ini adalah cara baru, dan mungkin di luar kelaziman yang biasa dilakukan umat Islam di Indonesia umumnya. Lalu menjadi pertanyaan kita adalah ; Mengapa P2N di Bandung sanggup dan mau mengawinkan mereka ? Hadirnya P2N jelas perkawinan itu memenuhi syarat Undang-undang perkawinan yang diatur negara. Tetapi bagaimana menurut hukum Islam (fikih) yang benar, sahkah ijab kabul tadi ?


Tentu tidak semua ulama di negri kita yang bisa menerima terjadinya pernikahan semacam ini. Lazimnya, kita mengenal perkawinan itu mempelai wanita dan pria serta para saksi dan wali hadir secara fisik di suatu majelis. Yang terjadi di atas aneh dan luar biasa, bedanya, yaitu mempelai pria secara fisik tidak hadir di majelis. Kalau pun keberadaannya ada tetapi tidak secara fisik namun melalui video (ada gambar) dan ada suaranya.


Selain itu ketidakhadiran mempelai pria itu pun ada alasan yang masuk akal dan memang jika dia meninggalkan tugasnya di luar negri ketika itu, maka keadaan dia dan masa depan keluarganya akan terancam. Masing-masing pihak seperti keluarga mempelai wanita, saksi, para wali dan P2N bisa menerima alasan ini. Yang terpenting bagi pejabat pencatat nikah masing-masing calon sudah saling mengenal dan punya niat baik untuk melangsungkan dan mengembangkan bahtera rumah tangga ini hingga sampai akhir hayatnya. 


Nikah karena kesadaran sendiri dan sesuai dengan tuntunan agama. Niat baik saja dalam Islam tidak cukup. Dia pun harus diimbangi dengan syarat-syarat formal menurut aturan dasar Islam. Syarat yang paling utama adalah, kedua belah pihak calon pengantin sudah saling mengenal dan mencintainya satu dengan yang lain. Kemudian mereka menikah secara sadar, bukan karena terpaksa atau dipaksa. Selain itu juga harus memenuhi syarat-syarat dan rukun nikah yang lain, misalnya soal mas kawin, dan mengerti tentang hak dan kewajiban suami-istri dalam sebuah rumah tangga, dan seterusnya. Juga mereka harus mematuhi hukum negara, misalnya soal batas minimal usia perkawinan, dan harus terdaftar di KUA dan catatan sipil bagi non Islam dan perkawinan disaksikan oleh P2N atau pendeta agama non Islam bagi yang bukan Islam.


Beda Agama 


Orang Islam kawin dengan calon pengantin non Islam (yahudi atau nasrani). Kejadian seperti ini sudah sering terjadi dan paling tidak populer di kalangan Islam negri kita. Undang-undang Perkawinan Nomor 1/tahun 1974 secara tegas menyebutkan, perkawinan akan bisa terjadi jika calon pengantin seiman (seagama). 


Undang-undang itu wajib berlaku di negara Indonesia tanpa terkecuali Islam atau non Islam. Bagi mereka yang melakukan pernikahan dengan cara melawan hukum negara tadi, maka jelas akan terkena sanksi oleh negara. Bagi kalangan umat Islam yang melawan undang-undang negara dengan jalan memiliki ilmu agama dan mematuhi mazhab atau paham lain seharusnya dilindungi oleh negara.


Negara boleh menghukum tapi oleh syariat Islam, tidak, nanti dulu. Artinya ada suatu aliran dalam Islam yang berbeda sekalipun menganut ajaran yang kontradiktif dari undang-undang negara, misalnya menyangkut persoalan perkawinan berbeda agama. 


Islam membolehkan para ulama berijtihad (mencari secara serius hukum-hukum baru untuk mensejahterakan umat dan tidak secara prinsip melanggar hukum Allah). Jadi sah atau tidak seseorang dalam mengembangkan bahtera perkawinannya banyak tergantung dari paham atau aliran keagamaan yang dianutnya. Pada kondisi ini negara seharusnya tidak boleh ikut campur tangan atau memaksakan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1/1974 yang sudah direstui oleh DPR. Di Islam ada dua pemikiran agama.

Pertama melihat persoalan secara dogmatis, doktrin (keagamaan semata-mata). Kedua Islam secara studi (empiris) atau sering disebut dengan persoalan akal (logika berpikir). Paham terakhir ini walaupun berjalan secara studi, tapi tidak meninggalkan hal-hal yang dogmatis, terutama prinsip-prinsip ajaran Islam. Salah satu mazhab yang sering menggunakan logika berpikir dalam keputusan fikihnya adalah Mazhab Hanafiah atau Abu Hanifah. 


Menurut aliran kelompok ulama Jaringan Islam Liberal (JIL) pernikahan beda agama sah dan boleh secara Islam. Yang penting ada niat baik para calon mempelai dalam bersama-sama membentuk rumah tangga yang aman, sejahtera dan benar, bukan justru mensahkan zina. JIL mungkin ingin mengukur persoalan itu dari kacamata alam nyata (akal) yang mana lebih banyak manfaatnya ketimbang mudharatnya. Urusan kebaikan jangan ditunda lagi, sekaligus mencegah perbuatan zina jika melarang mereka untuk kawin secara baik-baik, apalagi mempersoalkan beda agama. 


Pada era Rasulullah para ahlul kitab yang disebut sebagai kaum Nasrani dan Yahudi boleh menikah dengan orang-orang Islam. Karena dulu Yahudi dan Nasrani adalah bagian dari Agama Islam. Sama-sama agama yang lahir dari satu Nabi yaitu Nabi Ibrahim As. Jadi ketika itu kondisi keagamaan dalam keadaan darurat berbeda dengan kondisi setelah Islam mulai damai. 


Sama kasusnya dengan persoalan kawin kontrak. Dulu ketika para sahid Islam bertempur berlama-lama di medan perang meninggalkan kampung halamannya, maka Rasulullah membolehkan pasukannya mengadakan kawin kontrak. Tetapi keadaan berubah setelah kondisi aman dan damai tak ada lagi peperangan, maka Nabi melarang ummatnya untuk melakukan kawin kontrak lagi. 


Salah satu hadis Rasulullah perlu menjadi rujukan kita berbunyi antara lain : Kamulah yang sangat mengerti tentang dunia kamu. Hadis ini jika kita kaitkan dengan uraian soal nikah melalui internet, nikah beda agama dan kawin kontrak, maka ada sambungannya. Kita tidak berani menyebutnya sah atau tidak karena yang menilai itu hanya paham atau masing-masing aliran mereka sendiri. Yang jelas kita harus menghargai pendapat atau aliran dalam Islam yang berbeda-beda itu. Yang tidak boleh, jangan sekali-kali kita menyatakan bahwa hanya paham kita sendiri yang paling benar, yang lain salah dan haram.       

No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan cerdas dan bijak, lebih baik diam daripada anda komentar yang tidak bermutu