Kewajiban Berdakwah

Agama Islam adalah satu-satunya agama yang tidak mengenal kependetaan. Artinya, di dalam agama Islam tidak dikenal seseorang yang secara struktural diangkat menjadi pejabat agama, ataupun diangkat menjadi petugas agama, dengan suatu tata cara keagamaan yang tersendiri. 


Disekitar tempat tinggal kita masing-masing tentu ada ustadz, kiyai, ajengan, buya dan lain-lain sebutan lagi yang menunjukkan bahwa orang tersebut tergolong ulama, tapi bukankah kita tidak pernah menghadiri suatu upacara yang mengangkat seseorang itu menjadi ustadz, atau menjadi kyai, atau menjadi ajengan, atau menjadi buya itu ? 

Karena panggilan-panggilan keulamaan tersebut hanyalah diberikan oleh masyarakat dalam pergaulan sehari-hari sebagai pengakuan atas pengabdian seseorang terhadap agama. Tanpa surat pengangkatan. Dan, tanpa upacara pengangkatan dan pengambilan sumpah. Kalau kepada seorang kyai ditanyakan sejak kapan ia menjadi kyai, tentunya ia tidak akan dapat menjawabnya, karena panggilan kyai yang diterimanya itu terjadi perlahan-lahan, berjalan sepanjang pengabdiannya di dalam berdakwah, yang secara diam-diam, tapi secara nyata diakui oleh masyarakat muslimin. 


Dikatakan secara diam-diam karena memang tidak ada pengumuman resmi bahwa seseorang telah menjadi ulama. Begitu juga halnya dengan sebutan kyai, ajengan, buya, maulana dan lain-lain lagi sebutannya. Panggilan-panggilan tersebut hanyalah merupakan wujud nyata dari pengakuan masyarakat atas kealiman seseorang. 


Yang dipanggil kyai tersebut bisa jadi memang orang pesantren, ataupun mereka para alumnus IAIN. Tapi sering juga mereka adalah seorang insinyur, atau seorang dokter, atau seorang sarjana hukum, bahkan juga yang tidak sarjana dan tidak bersekolah tinggi. Itulah keunikan agama Islam. Adalah merupakan kesepakatan umat Islam sedari dahulu, bahwa setiap orang Islam adalah berkewajiban untuk menyampaikan dakwah sesuai dengan derajat kemampuan masing-masing. Rasullullah SAW pernah memesankan : "Hendaklah mereka yang mengetahui mengajarkan apa yang diketahuinya. Kemudian hendaklah yang tidak tahu belajar kepada yang tahu. Janganlah kamu menjadi orang yang tidak mengajar dan tidak belajar".


Berdakwah itu terbagi dua, dakwah bil lisan dan dakwah bil hal. Dakwah bil lisan dilakukan dengan bertabligh, mengajar dan yang paling ringan adalah memberitahukan suatu ajaran agama apa adanya, tanpa dibumbu-bumbui. Karena Rasulullah SAW mengatakan bahwa mungkin sekali yang diberitahu akan dapat memahami daripada yang memberi tahu. 


Bagi orang yang tidak fasih lidahnya untuk melaksanakan dakwah bil lisan, masih terbuka dirinya untuk berdakwah dengan melakukan dakwah bil hal, yaitu dakwah dengan amal perbuatannya. Mulai dari amal perbuatan yang bersifat akhlakul karimah (akhlak yang mulia) sampai kepada amal perbuatan sosial dalam menolong sesama. 


Dakwah bil hal tersebut dapat pula diwujudkan dalam bentuk memberikan bantuan sosial, sebagaimana diperintahkan Allah di dalam surat Quran Explorer - [Sura : 30, Verse : 38 - 38].

Dengan demikian, tergambarlah kiranya pada hadapan kita masing-masing betapa luasnya arena untuk menjalankan tugas dakwah tersebut, setiap kita dapat berdakwah berdasarkan apa-apa yang dimilikinya. Yang fasih lidahnya, berdakwah dengan kefasihan lisannya. Yang mempunyai kemampuan ekonomi, berdakwah dengan kelebihan ekonominya itu. Yang tidak mempunyai kefasihan lidah, kelebihan ekonomi masih dapat berdakwah dengan akhlak yang mulia, sehingga masyarakat mencontoh akhlak yang mulia itu. 

  

2 comments:

  1. Berdakwah lewat blog saja-lah. Menyebar berita positif, pengalaman untuk pelajaran oranglain.

    ReplyDelete
  2. mudah-mudahan bermanfaat mas arie... terima kasih sudah datang berkunjung :)

    ReplyDelete

Berkomentarlah dengan cerdas dan bijak, lebih baik diam daripada anda komentar yang tidak bermutu