Sakaratul Maut Nabi Akhir Zaman


Pada pagi itu, dari atas mimbar masjid, Rasullullah dengan suara terbata-bata menyapa kaum muslimin, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Al-Qur'an dan Assunnah. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk surga bersama aku."


Sapaan singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar, menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar, dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya, Usman, menghela nafas panjang dan Ali, menundukkan kepalanya dalam-dalam. 

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasullullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat yang menyaksikan keadaan beliau pagi itu. Manusia tercinta itu, terasa hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Dia telah menjalani tugas kerasulan selama lebih dari 20 tahun. Tanda-tanda itu semakin kuat ketika Ali dan Fadhal dengan sigap memeluk Rasullullah yang agak limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir disana menahan nafas mengikuti detik-detik berlalu berbarengan dengan langkah-langkah Rasullullah memasuki rumahnya di samping masjid. 


Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasullullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasullullah sedang berbaring lemah dengan keningnya yang terus saja mengeluarkan keringat sehingga membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. 


Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang berseru mengucapkan salam dan bertanya, "Bolehkah saya masuk ?"


Fatimah mendengar suara itu tapi dia tak mengizinkan masuk. "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang menemui tamu tidak diundang itu lalu kembali membalikkan badan menuju ayahnya. Saat tiba kembali di sisi ayahnya, ternyata ayahnya sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku ?" 


"Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," jawabnya lembut. Rasullullah menatap putrinya itu. Kali ini dengan pandangan yang sangat menggetarkan hati. Bagian-bagian dari wajah anaknya seolah-olah hendak dikenang. "Wahai anakku, ketahuilah, tamu di luar itu adalah yang menghapuskan kenikmatan. Dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut," kata Rasullullah seketika Fatimah pun berusaha keras menahan ledakan tangisnya saat mengetahui apa yang akan terjadi atas ayahnya.


Rasul mengizinkan tamunya masuk. Tamunya adalah malaikat maut segera menghampiri, tapi Rasullullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.


"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah ?" tanya Rasullullah dengan suara yang terasa amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasullullah lega, matanya masih penuh kecemasan. Tidak ada senyum di bibir beliau yang selama ini seringkali tersenyum. 


"Engkau tidak senang mendengar kabar ini ?" tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak ?" tanya beliau lagi. "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku, "Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya." kata Jibril. 


Detik-detik perpisahan roh dengan jasad semakin dekat. Tiba saatnya bagi Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasullullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasullullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. 


"Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril ?" Tanya Rasullullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar suara Rasullullah agak keras, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." 


Dari sini badan Rasullullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Namun bibirnya bergetar kelihatan seperti membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bisshalati, wamaa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah (fakir miskin) di antaramu." 


Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Detik terakhir datang menghampiri Rasullullah. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasullullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatii""umatku, umatku, umatku" Inilah kata penghabisan dari Rasullullah kepada umatnya selamanya. 


Sakaratul maut berlaku juga atas diri Rasullullah SAW, semulia-mulianya makhluk lagi manusia paling utama di dunia dan di akhirat. Siapapun pasti didatanginya dan mengalami betapa dahsyatnya saat manusia mengalaminya. Tidak ada seorangpun pada saatnya, pasti mengalaminya sendiri. Mencabut semua kenikmatan sekaligus memutuskan hubungan manusia dengan dunia selamanya. Sakaratul maut pasti datang tepat waktu sedangkan manusia selalu merasakannya secara tiba-tiba sehingga manusia mati tanpa persiapan. 


Sungguh tidak pada tempatnya kalau kita-kita yang mengenal Rasullullah dan sering kali bershalawat kepada beliau melupakan sakaratul maut. Tiap-tiap diri harus berusaha mengingat sakaratul maut baik dalam keadaan sendirian maupun ramai, dalam keadaan sedih maupun gembira, dan dalam keadaan miskin maupun kaya. Dalam keadaan apapun ingatan terhadap sakaratul maut tetap kita bawa-bawa kemanapun kita pergi dan dimanapun kita berada. 


Di saat sakaratul maut setiap manusia hanya membutuhkan Allah dan syafaat Rasullullah sebagai satu-satunya jaminan yang dapat meringankan kedahsyatan sakitnya sakaratul maut dan terbebas dari api neraka jahanam. Memelihara shalat dan menyantuni kaum fakir miskin adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Satu-satunya ikatan yang menjadi tanda dan bukti seseorang telah menerima jaminan pertolongan Allah dan syafaat Rasullullah.  

No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan cerdas dan bijak, lebih baik diam daripada anda komentar yang tidak bermutu